28 Des 2013

Kesalahan Dalil Mengenai Tahlilan

Permasalahan orang yg salah menggunakan dalil, atau tak bisa menempatkan dalil, itu selalu kompleks, sebab memandang hanya dari satu arah

Persis seperti kuda yang pakai kacamata kuda. Tahunya hanya itu, dan jika diberitahu fakta serta jawaban yg lain, keukeuh tak menerima

Sudah pernah aku ungkap perihal "mas-alatut tark", atau sesuatu yg tidak dilakukan Nabi, bagaimana kita menyikapinya

Masih saja beranggapan bahwa "Sesuatu yg ditinggalkan", itu sama dengan "larangan". Ketara orang seperti ini tidak paham bahasa

Kuulang scra ringkas, bahwa sesuatu yg dilarang itu membutuhkan dalil jelas. Sedang sesuatu yg tdk dilakukan Nabi, bukan berarti larangan

Kaidah ini gunakan untuk memandang segala hal. Jangan terfokus pada kasusnya tanpa memakai kacamata analisa kasus itu.

Semisal tahlil. Memang bener kumpul2 tahlilan itu tidak dilakukan di zaman Nabi, tapi apa ada larangan orang kumpul2 untuk tahlil?

Lagipula tahlilan adalah berkumpul membaca dzikir. Segala bacaan yg dibaca di tahlil seluruhnya berdalil.

Begitu juga jika dilihat dari sudut pandang lain, orang tahlilan (dzikir bareng2) juga ada dalil dzikir barengnya itu.

Umpama sekarang mereka berargumen, bahwa kirim doa tahlil pada orang mati nggak nyampai, pahalanya jg tetap kembali ke pembacanya.

Yang cukup lucu adalah argumen bahwa tahlil adl warisan budaya hindu. Coba mikir, mana ada orang hindu tahlilan baca laa ilaha illallah?

Lah itu 7 hari, 100 hari, 1000 hari itu bukan budaya hindu? Itu hanya momentum, sebab budaya Jawa hapalnya sama angka2 itu

Atau salah pakai dalil, Kullu bid'atin dholalah, dalil ibadah baru. Apa ada yg bilang tahlil itu ibadah? salah alamat namanya

Tahlilan hanya salah satu pintu kebaikan saja, sampean melakukannya, bagus, tak melakukan, tidak akan ada yg menggugat.

Hari gini masih meributkan tahlil. Syukurlah masih ada yg mau berdzikir, apa sampean mau melarang orang dzikir? dunia udah kayak gini

Orang yg keukeuh pakai dalil "kullu bid'atin dholalah", juga kerap menutup mata dg dalil "man sanna sunnatan hasantan fil Islam".

Sudah berapa kali dijelaskan bahwa melihat kasus jangan pakai kacamata kuda, tapi buka cakrawala selebar2nya, bahwa di sana banyak dalil

Kalau kita sebagai sesama muslim hanya meributkan soal remeh temeh gini, kapan majunya? Jangan mimpi khilafah kalau masih ribut melulu

Yang inshof (proporsional), tak perlu saling menyesatkan, insya Allah semua tetap masuk surga selama sama2 syahadat dan sama2 sholat

Ingat, kita ini berusaha menjadi muslim yg baik, bukan jadi muslim yg merasa baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar