Beberapa kali dalam kultwitku aku membahas suatu topik sembari menyebut kata "Mayoritas".
Semisal suara mayoritas (voice majority, Jumhur) kala membahas madzhab fiqih, atau kelompok mayoritas (assawad al-a'dzom) soal tasawwuf
Yg membuatku sedikit terkejut adalah pernyataan bahwa "mayoritas belum tentu benar", atau "suara mayoritas tidak mewakili kebenaran".
Kalimat ini, bisa jadi benar. Namun bagi pemerhati bahasa,kalimat ini masih sangat nisbi sekali,jadi harus dijelaskan mayoritas yg gmana?
Sebelumnya yg harus tweep ketahui, jika aku sebut kata mayoritas (yg aku nukilkan dari referensi2 valid), maka harus dipaham bahwa...
...mayoritas di sini adalah mayoritas ummat ini secara global sedunia, bukan mayoritas di suatu negara saja, atau mayoritas ummat lain.
Maka kata "mayoritas belum tentu benar", atau "suara mayoritas (ummat islam sedunia) belum tentu benar", jika digunakan sbagai argumen..
... Untuk menyalahkan mayoritas dalam ummat ini (secara global), maka tentu saja salah dan tidak benar.
Karena suara mayoritas ummat ini telah mendapatkan jaminan perlindungan dari syariat (hasonah/ishmah syar'iyyah)
Dan itu terdapat dalam Qur'an 4:115 dan hadits Nabi yg berbunyi "laa tajtami'u ummati ala dholalah". (HR. Tirmidzy).
Bahwa mayoritas ummatku tidak akan berkumpul dalam kesesatan. Di hadits lain ada tambahan, Yadullah ma'al jamaah..
Bahwa perlindungan dan rahmat Allah terdapat dalam kebersamaan. Makanya di hadits lain Nabi bilang "alaikum bis sawad al-a'dzom".
Arti bebasnya, ikut kelompok mayoritas dalam ummat ini, jangan yg minoritas, dilempar ke neraka nanti (man syaddza syuddza fin nar)
Maka jika ada kelompok minoritas (yg kecenderungannya selalu membuat pecah, suka geger, suka menyalahkan), apapun jenis minoritas itu..
..menggunakan argumen "mayoritas belum tentu benar", untuk menyalahkan kelompok mayoritas dalam ummat ini...
...artinya dia melakukan kesalahan dalam beberapa hal sekaligus; pertama dia menabrak ayat dan hadits yg menjamin suara mayoritas ummat
Kedua, jelas sekali bahwa banyak hadits2 dan ayat penting yg tidak dipahami dg baik olehnya (gitu ngajaknya kembali ke qur'an & sunnah)
Ketiga, sangat jelas dia tidak paham Ushul fiqh (khususnya bab Ijma'), dan jelas sekali dia tidak paham ilmu Fiqh Tahawwulat
Maka tentu saja jika argumen itu digunakan untuk menjegal dalil2 mayoritas, sejak awal telah tertolak secara ilmiah.
Sayangnya argumen2 palsu ini (termasuk argumen "ini tidak dilakukan Nabi") begitu gencar diracunkan pada tatacara berpikir ummat.
Akhirnya tentu yg timbul adalah perpecahan dan kekacauan, belum lagi dalil salah tempat yg mereka pakai semisal hadits "Ghuroba' "..
Gimana tweeps? Sangat teknis sekali ya? Tapi ini harus dipahami dg baik sebab banyak hal2 pemicu keraguan yg saat ini ditebar di mana2
Maka perisai dan senjata ilmu adalah segalanya. Atau kalau tidak punya, ikuti saja ulama2/kyai tua di tempatmu..
Mereka itu dari generasi yg masih belum ada kekacaubalauan informasi seperti saat ini. Meski dibilang jadul, paling selamat ikut mereka.
Moga mencerahkan... Selamat malam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar