26 Des 2013

Hal Baik Bisa Datang Dari Siapa Saja

Sebagian teman masih saja belum sreg jika semisal aku meretweet kata2 orang yg tidak mereka suka, Mas Ulil misalkan atau orang2 JIL

Selama yg ditwitkan itu hal baik, kata mutiara, atau sesuatu yg sesuai syariah misalkan, apa salahnya meretweet? Meski dari mereka...

Yg aku herankan, kenapa meretweet kata2 tokoh2 JIL dimasalahkan tapi mereka enteng2 saja mengutip kata2 orang Barat yg kafir? Term mereka

Semestinya, untuk kebaikan, kita harus punya kaidah jelas, dan itu sudah ada serta digariskan langsung oleh Nabi dan para Salaf Shaleh

Karena jelas sekali (meski tidak disuudzoni) di sana ada kesalahan dalam tatacara berpikir sebab lebih mendahulukan ego dan ketidaksukaan

Sehingga yg terjadi tentu saja kontradiksi antara teori dan praktek yg mereka pelajari dalam syariat dan moral yg berlaku

Jauh hari Nabi bersabda, ambillah hikmah (kebaikan, ilmu, kebijaksanaan) dari mana saja keluarnya...

Ali bin Abi Tholib jg bilang, lihatlah apa yg dikatakan, jangan melihat siapa yg mengatakan. Kita hapal hal ini, tapi prakteknya?

Bukankah jg sejak kecil kita diajarkan dan diberi cerita untuk tidak melihat orang dari rupanya? Meski orang itu buruk rupa.

Kalau terus kita tidak ikut Nabi lantas mau ikut siapa? Katanya mengikuti ajaran salaf shaleh, tapi benci pada sesama muslim, apaan tuh

Oke deh kalau tidak mau anggap mereka muslim, bukankah kata yg dikutip tetap kata2 baik kan?..

Perhatian tidak? Setiap habis sholat kita baca ayat kursi, dan semua muslim tahu bahwa ayat kursi itu ayat pelindung dari setan

Tahu tidak apa sebab dianjurkannya ayat itu oleh Nabi kepada setiap muslim? Dan siapa yg pertama kali memberitahu fungsinya?

Bukan Nabi, tapi setan sendiri saat berusaha mengganggu Abu Hurairah dan dia laporan pada Nabi soal pengalamannya itu.

Dan apa komentar Nabi? Apa yg dikatakan setan itu benar meski dia pembohong, bacalah (ayat kursi itu)

So, mesti dirapikan kembali cara berpikir kita, jangan asal semangat, asal ghiroh, asal benci saja, amburadul ntar jadinya

Silakan benci siapapun, silakan tidak suka, tapi sing madyo... (lagipula apa Islam mengajarkan untuk benci orang yg tidak seide)

Namun selama itu kebaikan, meski keluarnya dari orang yg tidak kita suka, ambil. Al-ma'ruf yadzollu ma'rufan mahma kan

Bahwa kebaikan tetaplah kebaikan apapun bentuknya. Kami tidak seide dg Ibn Taimiyyah, tapi beliau tetap Syaikhul Islam yg diakui.

Kami tidak sepemikiran dg Albani, Uthaimin, tapi mereka tetap kami akui sebagai orang2 Alim di bidangnya masing2, meski ideologi beda.

Bukan lantas ketidaksukaan, kebencian, lalu membuang segalanya dan merasa diri ini yg paling benar, paling baik. Busuk tidak sadar itu

Karena selama itu manusia, maka tidak ada ceritanya baik 100% dan buruk 100%. Kecuali para Nabi saja
Itupun mereka masih diadegankan untuk melakukan hal2 manusiawi semacam lupa, melakukan kesalahan kecil. Sebab mereka tetap manusia..

Makanya aku pribadi tidak sependapat dg kata Anti buat yg berbeda pemikiran. Katanya dakwah kok anti, dakwah itu ya merangkul

Kultwit ini tidak hendak membela siapapun, namun memberitahukan bagaimana cara berpikir dan bersikap sesuai arahan Nabi

Jika msh dikira lain ya hasbunallah wa ni'mal wakil. Benar apa kata Imam Malik, sgala kata itu pasti trjadi pro kontra,kecuali kata Nabi

Perlu mendahulukan ilmu dan kaidah dg baik, jangan dahulukan perasaan dan ego, sebab itu pasti mengalahkan logika.

Moga menjadi hari minggu yg cerah. Bersama belajar jadi orang baik, bukan jadi orang yg selalu merasa paling baik (padahal ancur)...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar