Tak terasa kita telah berada di penghujung bulan suci yang indah, Ramadhan. Sudahkah kita bisa memetik hal positif di bulan ini?.
Atau begitu banyak kegagalan yg justru kita alami di bulan yg bagi setiap muslim bagaikan madrasah yg mendidik jiwa dan ruh itu....
Boleh jadi di bulan ini kita sedikit bisa mengubah kebiasaan kita di hari2 biasa menjadi lebih religius. Terlebih keadaan jg mendukung.
Yg asalnya jarang2 baca al-Qur'an, di bulan ini kita bisa banyak waktu untuk membacanya, paling tidak sekali khataman.
Namun di saat yg sama kita masih cukup kewalahan mengekang nafsu kita, padahal setan udah diikat, tapi kenapa masih sering lolos?.
Kita masih beranggapan bahwa puasa itu menahan diri di siangnya saja, dan malamnya kita lepas kontrol memuaskan keinginan nafsu2 kita.
Dan itu bisa kita rasakan saat berbuka puasa. Ketamakan & keserigalaan nafsu kita muncul saat itu dg hendak menyantap semua aneka makanan.
Jenis makanan & minuman apa saja terhidang di hadapan kita, tak sabar menunggu adzan tiba, seolah semua mau dimakan sekalian mejanya.
Harus kita akui jg, kemalasan sering melanda kita di bulan mulia ini, khususnya malam, sangat jarang kita bisa tarawih dg lengkap....
Itu pun kita masih mencari musholla/masjid dg imam yg bacaannya setelah fatihah hanya satu ayat seukuran alif lam mim.
Atau, mungkin syukurlah kita bisa puasa dan qiyam dg lengkap, tapi bisikan pemusnah ibadah yg lain bertiup. Kita merasa diri kita baik.
Atau pahala puasa seharian kita ludeskan sendiri malam harinya dg ngobrol yg ujungnya ngomongin orang lain..
Lebih parah lagi di antara kita ada yg beranggapan menahan mulut dr kata buruk pas puasa siang harinya. Usai buka, mulai hujat sana sini.
Harus kita akui bersama bahwa puasa kita masih kelas puasa gali lobang tutup lobang.
Harus kita akui bersama bahwa puasa kita masih kelas puasa tambal sulam.
Harus kita akui, bahwa puasa yg semestinya "junnah" (perisai), itu kita lobangi sendiri dg tindakan2 kita menuruti nafsu2 kita.
Harus kita akui bahwa kita kehilangan makna ihsan dalam puasa kita. Kita hanya memenuhi syarat syariatnya saja..
Fisik kita puasa, tapi diam2 kita masih melakukan dosa yg sama, belum ada perubahan signifikan apapun kecuali sedikit.
Kita diberi Allah kesempatan sebulan melakukan koreksi diri, menaikkan level ruh kita, tapi semua kita lakukan dg tidak tertata..
Tentu suatu kerugian saat kita keluar dari fakultas ramadhan ini dalam kondisi ruh yg tidak berubah banyak....
Atau jangan2 kita telah berencana sehabis ramadhan ini akan menuntaskan dendam2 kita semisal perdebatan dg yg tak sehaluan?.
Jika memang ia, maka artinya kita telah gagal total di Ramadhan ini. Oke, tanggungan memang lepas, tapi tak ada efek positif apapun..
Itu belum kita yg masih diributkan di bulan suci ini dg tengkar2 kecil akan hal2 sepele yg tidak semestinya kita perkarakan.
Alhasil jika kita memindai puasa kita selama sebulan penuh ini, kita akan temukan ruh kita masih belepotan di sana sini.
Saatnya kita meninggalkan ramadhan kali ini dan menyambut kedatangan Idul Fitri dg penuh rasa sesal dan rasa malu atas bobroknya jiwa
Dan semoga Allah Mempertemukan kita dg Ramadhan tahun depan tidak dg kondisi jiwa, ruh, & mental seperti Ramadhan tahun ini..
Semoga jg nilai positif ramadhan kali ini membekas di jiwa kita sebagai bekal 11 bulan ke depan, untuk menyongsong hidup yg keras.
Akhir twit, mohon maaf lahir batin atas seluruh kekhilafan dan kata yg tidak mengenakkan....
Semoga kita termasuk yg ber-aidin, termasuk faizin dan tentu jg ibadah2 kita di Ramadhan ini diterima Allah Ta'ala.
Lagipula, "laisal id li man labisal jadid, wa innamal id li man tho'atuhu yazid". Id bukan buat yg brbaju baru,tapi yg ketakwaannya naik.
Moga kita termasuk yg merayakan Idul Fitri dg makna sebenarnya... Asakum min Awwadih :) amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar