Kita semua pasti sangat familiar sekali dengan kitab-kitab hadits master semacam Shahih Bukhori, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzy...
Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasa-i dan Sunan Ibn Majah. 6 Kitab hadits puncak yg jadi referensi utama bagi muslim di manapun.
Ribuan hadits yg mereka riwayatkan dan bersambung langsung pada Nabi itu transmisi sanadnya melalui sekitar 10.000 ulama' hadits.
Tentu syarat utama untuk bisa diterima sebagai seorang penyampai hadits (Rowi) adalah seorang muslim. Artinya non muslim/kafir, tdk bisa
Setelah itu ada beberapa kriteria ketat agar seseorang periwayatannya bisa diterima, dan perinciannya terdapat dalam ilmu mustholah hadis
Titik utama yg harus kita perhatikan saat ini adalah bahwa perawi ini orang Islam. Oke? So yg nggak Islam tidak mungkin jadi Rowi.
Jika kita mempelajari kategori ilmu hadits diroyah yg lain, kita tahu di sana ada ilmu yg namanya Jarh wa Ta'dil.
Ilmu ini khusus membicarakan status para perawi ini melalui latar belakang hidupnya, kepribadiannya, perilakunya dan IDEOLOGI dia
Aku pusatkan kultwit ini pada perawi 6 kitab tadi saja dan aku ambilkan dari referensi jarh wa ta'dil yg paling kecil, Taqribut Tahdzib
Jika kita mau menengok latar belakang para perawi itu, jangan heran jika ternyata di antara mereka banyak sekali berideologi melenceng!
Bahkan perawi yg jadi transmisi sanadnya Bukhori dan Muslim. Tidak sedikit di antara mereka berideologi bukan ahlussunnah wal jamaah
Di sana ada perawi berstatus rumiya bit tasyauyu', Rofidhi,fih tasyayyu' yasir, syi'i,rumiya bin nashb,mu'tazili kabir, rumiya bil irja'
Yakni ideologi mereka ada yg Syiah, mulai syiah soft sampai syiah hard, ada yg tukang mengkafirkan, ada yg liberal, ada kebatinan, dll
Dan meski seperti itu, jika mereka tak mempropagandakan ideologinya itu, periwayatan mereka diterima.
Jika benar ideologi2 itu membuat mereka kafir, bukan bagian dari Islam, maka artinya periwayatan mereka diterima.
Pemahaman sebaliknya, jika riwayat hadits mereka diterima walau ideologinya menyimpang, artinya mereka tetap Islam. Meski syiah/liberal
Ralat poin 15: jika ideologi2 menyimpang itu membuat mereka kafir, maka periwayatan mereka jelas tidak diterima
Dan sebagaimana kita ketahui dalam kenyataannya riwayat orang2 seperti itu diterima. Sebab dalam hal ini yg dijalankan adl hukum dhohir
Tidak pernah kami baca di kitab sejarah apapun dari era para salaf seseorang dikafirkan hanya sebab dia syiah atau mu'tazilah...
Kalau disalahkan, didebat, saling adu argumen itu hal yg biasa, tapi mereka semua tetap saling menghargai sebagai muslim yg sama
Lah ini ngaku salafi, manhaj salaf, tapi mudah betul mengeluarkan orang dari lingkaran Islam sebab syiah sebab liberal, manhaje sopo iku
Apalagi masalah yg diributkan pun ternyata juga menjadi permasalahan yg mengalami perbedaan pendapat sejak dulu.
Atau masalah2 furu'iyyah fiqhiyyah yg menerima ijtihad namun diplintir dg cara digeneralisir semisal persoalan khamr
Andai semacam syiah mengkafirkan yg non syiah, itu permasalahan ada dalam mereka. Kita sebagai sunni tidak diajarkan mengkafirkan orang
Pun hak justifikasi kafirnya seseorang, jika kita belajar fiqh jinayat adalah ada pada pemerintahan/lembaga resmi, bukan personal
Maka ribut2 segala macam soal kemarin jika yg dihadapi adl orang yg "informasi" (informasi lho ya, bukan ilmu) Islamnya masih cetek..
Hanya akan menjadi debat kusir tak berkesudahan dan menunjukkan kapasitas ilmiah orang itu yg terbukti hanya copy paste dan doktrinan sj
Mengutip perkataan abadi Guru Besarku, Abuya Sayyid Muhammad bin Alwy Al-Maliky dan Syaikh Hasan Massyat, bahwa..
... Seseorang yg makin luas ilmunya (ilmu, bukan informasi lho ya), luas pemikirannya, maka akan semakin lapang dadanya dg perbedaan
Artinya, berdiskusi (ah, bukan diskusi menurutku) dg orang yg suka main tabrak tak akan menghasilkan nilai positif apapun..
Sebab semakin diberi dalil, diberi jawaban, seilmiah apapun, malah akan membuatnya semakin kerasukan sebab memang sudah terisi nafsu
Maka menghadapi orang yg suka menyalahkan, merasa dirinya selalu benar pada akhirnya adalah cukup dg senyuman. Tak perlu diteruskan.
Wa idza khotobahum-ul JAHILUNA .. Qolu.. SALAMA... (QS. Al-Furqon: 63)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar