Hari ini mendapat informasi menarik perihal PMII Grobogan yg katanya mengadakan pelantikan anggotanya di Klenteng
Siapapun tahu bahwa organisasi mahasiswa ini dikenal ada hubungan dg NU walaupun tak lagi jadi underbouw NU...
Sama halnya dg berita beberapa waktu lalu saat ada Kyai yg ceramah di gereja (tanpa melihat isi ceramah)...
Aku tidak akan bicara soal boleh apa tidak di sini, karena itu hal cukup jelas dalam syariat.. Sholat saja boleh di tempat2 itu...
Namun lebih pada bijak apa tidak. Mengingat keadaan saat ini. Dan dua berita tadi mengingatkanku pada Mauqif S. Umar bin Khattab
Terlebih umumnya muslim bangsa kita, terlihat sangat belum siap menerima perbedaan bahkan dlm level paling sederhana dlm fiqh sekalipun
Belum di sana ditambah adanya pihak2 yg memang ingin menangguk di air keruh. Apalagi kalau sudah bersinggungan dg hal2 sensitif, agama
Kala peristiwa penyerahan Jerusalem dari Byzantium Roma ke Ummat Islam sekitar tahun 20 H, pernah terjadi hal yg serupa dg seperti ini...
Saat Khalifah kedua, S. Umar bin Khattab (salah satu sosok 100 tokoh dunia berpengaruh sepanjang masa, menurut Michael H. Hart)...
. ...dipersilahkan untuk melakukan shalat sunnah di salah satu gereja terbesar di Jerusalem kala itu, Kanisah al-Qiyamah (saint apa ya?)
S. Umar bin Khattab mengambil sunnah (sikap) menolak hal itu (untuk tidak sholat di gereja) dg alasan bukan haram...
. ..bukan juga agar tidak dikomplain pasukan muslimin saat itu. Tapi beliau memandang sangat jauh sekali ke depan...
...yg dg bashiroh (pandangan hati) beliau sangat tahu bahwa Ummat Islam akan sampai pada kualitas ilmu agama yg menyedihkan...
. ...seperti saat ini, dg jawaban singkat, agar tindakan beliau tidak dijadikan hujjah (argumen) yg disalahgunakan orang2 setelahku...
Entah apa yg terjadi andai saat itu S. Umar bin Khattab tetap shalat di gereja, pasti keadaan saat ini akan jauh lebih kacau lagi
Dan S. Umar tetap sholat dua rakaat hanya saja di halaman Kanisah Qiyamah itu. Tidak di dalam.
Pelajaran penting apa kita ambil dari sini? Ini bukan soal keadaan yg mesti di-kudu-kan agar masyarakat kita menerima...
Memangnya dikira semua orang cara berpikirnya sama. Beda kepala beda pikiran...
Apalagi kalau pemahaman soal agama masih sat-hi (di permukaan), hal2 dasar seputar ibadah, belum masuk pada substansi...
Cukup elegan sekali S. Umar bin Khattab memberikan pelajaran kehidupan kepada kita bahwa...
Beda antara hukum dan kebijakan dalam menerapkan hukum itu sendiri...
Dan ini pula yg diterapkan oleh Nabi serta 4 Khalifah Rasyidin setelahnya. Dan ini yg dimaksud oleh Nabi dg haditsnya...
Alaikum bi sunnati wa sunnatil khulafa' arrasyidina almahdiyyina min ba'di, addhu alaiha bin nawadzij...
Tetaplah kalian pada sunnahku dan sunnah khalifah rasyidin setelahku, gigit kuat2. Sunnah di sini adl sikap/kebijakan menerapkan hukum
Bukan sunnah2 ibadah itu. Makanya, bisa jadi sesuatu itu boleh, tapi jika diterapkan namun menjadikan fitnah, malah jatuhnya salah
Sementara memicu hal yg bisa menimbulkan fitnah adl sangat terlarang oleh syariat. Bahkan provokatornya terlaknat langsung oleh Allah
Contoh sederhana dlm hal ini di lingkungan kami adl cadar. Hampir 98% keluarga wanita alumni almamater kami tak bercadar
Padahal kami dlm kurun waktu minimal 10 tahun berada di Makkah yg masyarakatnya bercadar. Scara logika semestinya menerapkan hal yg sama
Tapi kenapa tidak? Bukan sebab tidak bisa mengharuskannya pada keluarga, istri dan putri, tapi lebih pada menghindari fitnah...
Apalagi di Indonesia pengguna cadar identik sekali dg aliran keras yg kerap banyak melakukan hal2 bertentangan dg ruh syariat
Maka kasus semisal penggunaan cadar atau pelantikan di klenteng, ceramah di gereja, secara hukum syariat sih boleh2 saja
Tetapi apa hal yg boleh itu lantas mesti diterapkan begitu saja tanpa melihat keadaan? Di sini kebijaksanaan itu diperlukan
Kalau contoh kebijakan model gini dari Nabi sendiri ya rencana mengembalikan Ka'bah ke bentuk semula. Tidak dilakukan sebab...
...melihat ketidaksiapan masyarakat Arab melihat perubahan yg ekstrem. Padahal ini Nabi, utusan langsung dari Allah...
Namun beliau ingin memberi pelajaran besar pada ummatnya, khususnya para pemimpin dan kalangan terpelajarnya, yakni...
Pandai2lah dan bijaklah dalam menerapkan ilmu, teori yg kalian punya. Bukan asal menerapkan semau gue sendiri, sekarep udele dewe...
Apalagi memaksakan menerapkan sementara masyarakat belum siap dg hal itu. Bakal dibrogali dg tomat bosok sampean kalau tetap nekat...
Atau pasti dihujat sana sini khususnya mereka2 yg tidak mengerti atau yg kerap memahami agama dlm bentuk teks tertulis saja itu...
Pada akhirnya, di samping kita dituntut untuk belajar teori ilmu agama, kita juga dituntut untuk belajar bijak dlm menerapkan teori itu
Melihat situasi & keadaan, agar tidak menimbulkan fitnah. Karena fitnah itu tidur & Allah Melaknat siapapun yg berani2 membangunkannya
Al-fitnatu na-imah, la'anallahu man aiqodhoha..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar