Sering aku sampaikan bahwa memahami nash Qur'an/sunnah secara tekstual dan tanpa memahami persambungannya itu selalu menimbulkan masalah
Hal ini sebab nash-nash itu saling berhubung satu sama lain. Artinya memahami syariat ini harus melihatnya secara utuh, bukan sepotong2
Di antara nash yg sering dipahami salah, bahkan berujung pada mengkafirkan yg lain adalah soal hadits tasyabbuh
( *ket : At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan mengikutinya.)
Man tasyabbaha bi qoumin fa huwa minhum... seseorang yg menyerupai suatu bangsa maka dia adalah bagian mereka
Hadits ini sangat sering disalahgunakan untuk menyalahkan muslim yg lain dan serta merta melabelinya kufur jika pakai adat bangsa lain
Terutama jika kebetulan kebiasaan yg ditiru adalah adat orang Barat, Eropa, Amerika. Cepat sekali melabeli kafir begitu saja? mudah betul?
Padahal jika dicermati dg baik, apa ada di situ kata kufur andai seorang muslim menyerupai kebiasaan bangsa lain?
Belum juga hadits ini adalah masuk kategori hadist mutlaq yang muqoyyad atau hadits aam yang makhsus. Lagi2 di sini pentingnya Ushul Fiqh
Maka, hadits tadi pada dasarnya hanya untuk hal-hal yang negatif yang bertentangan dg syariat dan moral yang berlaku
Itupun andai bertentangan dengan moral dan tak sejalan dengan ruh syariat tidak serta merta begitu saja dilabeli kafir. Tidak semudah itu
Aku beri satu contoh saja, semisal ada di antara kita mengutip Kalimat di Bibel, seperti "Semua indah pada waktunya".
Apa lantas serta merta seseorang itu jadi kufur hanya gara-gara mengutip dengan dalih dia menyerupai orang nashrani? mudah sekali?
Orang yg menjudge yg lain dg hadits ini hanya gara2 melihat muslim yg lain mengutip bibel justru melakukan beberapa kesalahan fatal
Pertama, dia salah menggunakan hadits ini sekaligus salah menempatkannya pula. Jadinya salah alamat dan tidak nyambung.
Kedua, memang menurut keyakinan kita bahwa Injil, Taurat dan Zabur telah mengalami pengubahan dan pemalsuan di sana-sini
Namun di dalamnya masih banyak bertebaran sisa-sisa Firman Allah yg asli. Ini harus kita perhatikan baik-baik
Jadi semisal kita menemukan kata yg sesuai dg yg ada dalam Qur'an atau Sunnah maka itu masih termasuk bagian ajaran yg tidak diubah
Semisal kalimat tadi, semua indah pada waktunya, sama kandungannya dg hadits Man ta'ajjala bi syai-in qobla awanih, uqiba bi hirmanih
Bahwa jika seseorang tergesa terhadap sesuatu sebelum waktunya maka dia akan terhalang dari yg diingininya itu.
Artinya memang segala sesuatu itu indah pada waktunya.
Ketiga, orang ini lupa sama sekali dg hadits al-hikmah dhoollatul mu'min, aina wajadaha fa huwa ahaqqu biha
Bahwa ilmu, kebijaksanaan apapun adalah benda kaum muslim yg hilang, di mana saja dia menemukannya maka dia berhak atasnya
Keempat, ini anehnya, orang yg menyalahkan yg lain dg pakai hadits tasyabbuh ini, juga pakai facebook, twitter dan sejenisnya!
Ya Subhanallah! Apa nggak melihat facebook, twitter itu siapa yang membuat? ini namanya meludah ke atas tepercik muka sendiri
Kenapa dia tidak menyetempel dahinya sendiri bahwa dia juga kafir sebab menyerupai/mengikuti kebiasaan bangsa lain?
Pelajaran penting lain, bahwa kesalahan dalam berpikir, kesalahan memaknai nash syariat itu hasilnya selalu kontradiktif
Maka artikan nash2 suci itu sesuai dg apa yg dimaksudkan oleh Musyarri' (Allah dan Nabi2nya), jangan diartikan semau pusar sendiri.
Semisal dia berdalih, itu kan hal duniawi, hadits itu buat hal yg berhubung dg agama saja.
Lagi2 dalihnya itupun mentah sebab (jika disesuaikan dg cara serampangan dia) hadits tadi umum mencakup apa saja.
Alhasil apapun alasannya akan selalu kontradiksi dan menikam dia sendiri serta akan selalu memaksanya menelan pil pahit
Ya tentu saja sebab cara memahami nash syariat yg salah. Efek ketidakpahaman akan manthuq (tekstual) dan mafhum (konstektual)
Akhirnya, kita masih perlu banyak belajar lagi, banyak kesalahan bersikap gara2 kesalahpahaman yg kita alami.
Parahnya jika sampai kesalahpahaman itu digunakan untuk menjudge saudara muslim yg lain, merasa yg paling benar sendiri.
Ubah paradigma berpikir yg salah itu. Agama ini mengajarkan kita untuk berpikir, agama ini bukan doktrin mentah begitu saja.
Akhirnya, mari bersama menjadi muslim yang baik. Bukan menjadi muslim yg MERASA baik (sifatnya iblis itu, merasa-merasa). Wallahu A'lam
Sikap moderat (Wasathi) itu memang selalu yang paling selamat. Yuk, memulai lagi hari-hari dengan semangat. Bismillah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar