Tadi pagi sempat ada request dari pak @ariadinatajoni @likesuka soal orang yg merasa cukup dg sholat 5 waktu dan sunnah rawatibnya saja.
Dan anggapan sebagian bahwa sholat 5 waktu itu hanya sebagai pengontrol saja, yg bisa menjaga orang dari perbuatan2 buruk.
Sebenarnya pemahaman seperti ini bisa dimaklumi jika yg memahaminya adalah orang awam. Dan titik berangkatnya dari Q.S al-ankabut: 45. ( *terjemahan : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. )
Dan jika mencermati ayat, tentu saja pemahaman seperti itu (poin 1 dan 2) berangkatnya adl dari memahami ayat secara tekstual.
Umumnya, dan kecenderungan sebagian muslim saat ini adl memahami ayat dan hadits secara tekstual saja.
Padahal kecenderungan seperti ini (pemahaman ayat secara tekstual belaka) dalam banyak kasus justru menimbulkan kesalahpahaman..
Atau tidak mau beranjak ke manapun pokoknya "harus" seperti yg tercantum di teks. Yg pada kelanjutannya kerap menimbulkan kontradiksi
Atau tidak mau menambah amal, cukup itu saja sebab "berpegang teguh" pada teks ayat seperti yg diceritakan pak @ariadinatajoni
Sebenarnya, secara singkat, dalam memahami teks2 suci alqur'an & hadits itu ada teknisnya. Tdk bisa mentah2 begitu saja, sbb msih global.
Di sana (dalam teknis itu) ada istilah manthuq, mafhum muwafaqoh, mafhum mukholafah, fachwa-l khitob, korelasi antar ayat dsb.
Dan ini tugas para Ulama' spesialis untuk menjelaskannya. Tidak bisa langsung memahami ayat secara mentah apalagi cuma modal terjemah.
Ada juga smacam istilah "min bab al-adna ilal a'la", atau "min bab al-aula". Makanya pentingnya ushul fiqh, nahwu, balaghoh adl untk ini
Aku beri contoh saja. Dalam alqur'an ada larang anak mengatakan "uf" (dalam bahasa Jawa Timuran sih, jancuk) kepada kedua orang tuanya.
"wa laa taqul lahuma uffin wa laa tanharhuma".. Nah semisal ayat ini, dalam pemahamannya menyimpan kata "apalagi".
Kalau bilang "uf" saja tidak boleh, apalagi memukul. Bukan lantas nggak boleh bilang "uf" tapi dipahami boleh memukul boleh durhaka.
Nah begitu juga soal Q.S al-ankabut ayat 45 tadi. Bukan diartikan "hanya", tapi diartikan "bisa menjadi". Tentu saja beda jauh kan?
Dan bukan hanya lantas ambil cukup sholat 5 waktu itu saja lalu tidak menambah sholat2 sunnah yg lain.
Karena di sana banyak sekali ayat yg menganjurkan kita untuk banyak beramal, berlomba dlm kebaikan, fastabiqul khoirot, dsb.
Dan karena anjuran banyak beramal itu konteksnya umum, maka sholat sunnah jenis apapun masuk di dalamnya.
Atau semisal Nabi yg sholat sunnah malam begitu lama dan panjang sampai kedua kaki mulia beliau bengkak
Maka semisal memahami ayat sholat tadi, jika dipahami bisa menjadi pengontrol, pada maksud lain bisa dipahami menjadi motivator kebaikan
Kalau dipahami hanya menjadi pengontrol, maka tentu saja sholat tidak punya fungsi lain. Padahal faktanya tidak seperti itu.
Semisal sholat bisa menjadi media refreshing terbesat bagi otak (rohah dhihniyyah kubro) atas dasar hadits Nabi "ya Bilal, arihna biha"
Atau semisal sholat sebagai tempat kembali saat terjadi problem pelik, atas dasar hadits "idza hazabahu amrun badaro ila-s sholat".
Maka (semisal kasus pemahaman terbatas pada ayat sholat itu), jika dikorelasikan dg ayat lain, atau dipahami sesuai teknisnya..
Maka akan sangat banyak sekali hal positif dan pemahaman2 baru yg bisa kita temukan di balik ayat. Dan itu berlaku untuk semua teks.
Semoga mencerahkan, dan selamat malam jumat, saatnya memperbanyak baca sholawat pada Nabi. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar