Kemarin aku kultwit perihal apakah boleh wanita haid membaca/memegang Qur'an? http://t.co/tVger2Exep dan setelahnya ada pertanyaan2
Di antara pertanyaan2 sahabat2 pembaca kultwitku adl bagaimana sekarang semisal jika kita di kendaraan & ingin tilawah?
Sementara tentu saja namanya di perjalanan tdk memungkinkan untuk wudhu & sementara hati tenang dg tilawah?
Ada jg pertanyaan "nawar" soal aplikasi Qur'an di gadget, masa' mesti wudhu dulu, lagian males jg mau wudhu, dan daripada nganggur...
...mending baca tilawah di gadget tu tanpa harus repot2 wudhu, lagipula ada yg membolehkan. Pertanyaan2 yg cukup terarah..
Sebelum menjawab pertanyaan2 itu kemarin, aku sempat tercenung, apa sih sulitnya wudhu untuk baca Qur'an?
Dan jika tak punya wudhu serta semisal ada di perjalanan, apa tidak bisa mengganti tilawah (yg ada tatakrama wudhu) dg dzikir/sholawat?
Sempat jg terlintas pikiran, apa saking terdidiknya dlm cekokan alam rasionalitas sehingga bertatakrama pd Qur'an pun tak sempat?
Seperti di awal kultwitku kemarin (makanya mbok ya dibaca dg tenang, jangan tergesa) bahwa persoalan dg Qur'an bukan cuma semata hukum
Tetapi jg tatakrama, adab kita kepada Kitab Suci ini. Sangat ketat sekali para Ulama terdahulu kita mendidik adab pd Qur'an ini
Dan adab terbesar kepada Qur'an adl memegangnya, membawanya dan membacanya dalam keadaan diri kita suci dari najis dan hadats
Ini bukan persoalan daripada nganggur mending tilawah, bukan persoalan tenang sebab tilawah, bukan soal ngejar target one day one juz
Tetapi lebih pada seberapa ketundukanmu pd aturan syariat terhadap Qur'an dan seberapa adabmu kepada Qur'an
Sebab Qur'an bukan bacaan biasa, bukan novel, bukan buku2 pelajaran, tapi ia adl Kitab Suci yg kita dididik beda dlm menghadapinya
Makanya dlm definisi Qur'an sendiri ada kalimat "muta'abbadun bi tilawatih", membacanya dianggap ibadah. Nah pantaskah ibadah dg hadats?
Bahkan di sana ada kitab khusus yg ditulis soal ini, oleh Imam Annawawi, "Attibyan fi adabi hamalatil Qur'an", soal tatakrama pd Qur'an
Mulai bagaimana kita membawanya, yakni dg didekap di dada, bukan dikepit di ketiak (mana ketiaknya bau & bajunya kuning bekas keringet)
Bukan pula dicangking kayak membawa koran atau buku2 bacaan biasa. Saat membacanya dipangku atau diangkat dg tangan...
Bukan dg meletakkannya begitu saja di lantai sejajar dg kaki kita yg bau kaos kaki nggak dicuci sebulan itu...
Tidak meletakkan benda apapun meski pena (apalagi kacamata, atau yg lain) di atas Qur'an saat membacanya. Membalik halamannya...
...tidak dg jari yg kita kasih ludah apalagi mulut belum sikatan lagi. Saat meletakkannya bertumpuk Qur'an mesti diletakkan paling atas
Dan lain sebagainya dari seabreg bagaimana tata cara kita beradab kepada Qur'an, kepada sumber syariat...
Sangat kontras, sangat paradoks sekali saat seseorang semangat menjalankan/menegakkan syariat tp dia kurang ajar pada sumber syariat
Makanya aku sempat aku bilang bahwa seseorang itu bisa kufur bukan sbb tidak menjalankan syariat, tapi karena kurang ajar kepada syariat
Dan setan serta nafsu jg pinter dlm menjerumuskan, tak hanya dg cara jelek, tapi dg cara yg seolah bagus tapi hakikatnya jelek
Semisal tilawah tanpa wudhu. Ini hanya contoh kecil saja. Masih banyak sekali modus kebaikan tp ternyata itu jebakan setan
Makanya, ada kata hikmah tenar berbunyi gini, man tafaqqoha wa lam yatasawwof fa qod tafassaq
Bahwa orang menjalankan syariat saja tanpa tatakrama, tanpa adab, kurang ajar, bisa2 dia jadi fasiq, segaris saja dg kufur
Wa man tashowwafa wa lam yatafaqqoh fa qod tazandaq.. Dan yg tatakrama saja tanpa menjalankan syariat, bisa2 zindiq, awal kekufuran
Lha yg tepat gimana? Wa man tafaqqoha wa tashowwafa, fa qod tahaqqoq.. Yg menjalankan syariat + tatakrama, maka dia sampai hakikat agama
Aku pribadi tidak ada aplikasi Qur'an di gadgetku, sbb apa saja bisa masuk di gadget, mulai dari "surga" sampai "neraka"...
Belum lagi kita meletakkan gadget seenaknya. Sekali lagi ini bukan persoalan boleh atau tidak, tetapi tatakrama
Makanya pesan abadi Guru Besar kami adl "Addzauq fauqol ilm", bahwa kepekaan bertatakrama itu di atas ilmu
Ilmu, setinggi apapun; gelar, sebanyak apapun, tanpa kepekaan tatakrama & tanpa ketinggian adab, hanya menghasilkan sosok memuakkan
Apalagi pada Qur'an, maka jika ingin dpt faedah tilawah, jaminan tilawah kita diterima Allah, bertatakramalah pada Qur'an
Dan tatakrama terpenting pada Qur'an adl membacanya dlm keadaan suci, dlm keadaan kita punya wudhu...
Jangan asal semangat, asal ngejar ODOJ, sampai tilawah nggak wudhu, haid2 tetep tilawah, keplek itu namanya
Karena agama ini bukan hanya menjalankan syariat, tetapi bagaimana beradab pada syariat, beradab pada sumber syariat (Qur'an)
Juga beradab pada Sang Pembawa Syariat (Nabi Muhammad). Tak ada faedah apapun jika berani kurang ajar pada Qur'an dan kepada Nabi
Semoga menambah ilmu, manfaat, barokah dan mencerahkan serta semakin tahu bertatakrama kepada Al-Qur'an. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar