Stelah berakhirnya masa pendidikan 10 tahun di Masyru' al-Maliky & menjelang kepulangan, kami slalu mendapat pesan2 khusus dari Guru kami
Banyak pesan2 khusus yg diarahkan, namun intinya hampir sama, baik pada masa almarhum Abuya S. Muhammad bin Alwy al-Maliky
Atau pada era putra beliau saat ini, Guru Besar kami, Abuya S. Ahmad bin Muhammad al-Maliky, sosok yg pelan namun pasti mulai jadi ikon
Di antara pesan2 khusus itu, yg paling spesifik adl berhubungan dg politik. Beliau berdua selalu berpesan, jika kalian ingin hidup bebas
Ingin dakwah kalian bisa diterima siapapun & masuk di manapun pada kalangan apapun, jangan terjun ke dunia politik praktis
Beliau berdua tidak melarang politik secara umum, namun beliau berdua mengarahkan kami untuk tak terjun di dunia itu dg diri kami
Sebab tentu saja dg beberapa kebijakan di antaranya bahwa kami tak dididik selama itu untuk bermain politik
Istilah Abuya S. Ahmad, jika orangmu, muridmu yg mengerti politik & berpolitik praktis, silakan. Tapi kalian sendiri, jangan
Wilayah itu bukan dunia kalian. Islah (pembenahan) yg kita usung tak hanya terbatas pada dunia "sesempit" politik saja
Dari pesan ini, mayoritas dari alumni Masyru' al-Maliky (yg tergabung dlm organisasi as-Shofwah) tentu tidak terjun di politik praktis
Dan selanjutnya adl kerap kali memilih hiyad (netral) dlm bersikap. Walau tentu saja ada 1-2 yg berpolitik praktis
Bahkan menjadi anggota DPR Pusat (semisal Gus Ubab Maimun Zubair melalui PPP). Atau beberapa jadi anggota DPRD daerah masing2..
Atau jika "terpaksa" berpolitik atau seolah menampakkan keberpihakan pada partai tertentu, maka melihat daerah tinggal masing2
Tentu saja semua itu untuk kepentingan dakwah, sebab dakwah juga punya "politik"-nya sendiri, tidak asal Firman Allah-Sabda Nabi saja
Semisal yg tinggal di tengah2 masyarakat partai A, maka tentu tak mungkin dia teriak2 ikut partai B, bisa2 nggak masuk lagi dakwahnya
Dan aku pribadi, sebagai sarjana dari Masyru' al-Maliky tentu saja berusaha semampu mungkin menjalankan pesan Guru2 Besar kami
Salah satunya adl dg cara netral, siapapun dari partai apapun selama itu ingin berteman & baik dg saya, maka dia saya rangkul
Makanya beberapa waktu lalu (bagi yg perhatian) saat ada partai tertentu minta doa, aku jawab bahwa semua partai aku doakan
Selama itu untuk kemaslahatan Indonesia. Atau ada yg mention aku bahwa bangsa ini butuh kader2 partainya, aku jawab...
...bahwa bangsa ini membutuhkan kader terbaik dari semua partai. Sebab Indonesia bukan milik satu partai saja
Perihal dlm beberapa tempo aku menyebut nama tokoh, bukan lantas itu menunjukkan bahwa kami mendukung tokoh itu ..
Kalau ditanya, secara pribadi sampean dukung partai apa? Aku jawab, Luber, bukankah begitu asas pemilu? Ntah kalau udah diubah KPU
Dari sini pula, sebagai praktek atas kenetralan, dan sebagai bukti keuniversalan dakwah, aku berusaha untuk bisa baik dg siapapun
Yg berbeda2 sudut pandang politiknya, walau antar mereka terjadi saling kritik dan saling serang. Itu urusan mereka, bukan urusanku
Atau semisal agen2 dari pihak yg saling serang itu mengingatkan aku untuk tidak dekat dg pihak tertentu, aku dengar, terima kasih tentu
Tapi berhubung aku tidak ada urusan politis baik dari pihak A, B, atau C, maka aku tetap dekat dg semua pihak yg saling panas2an itu
Semisal terus terang saja, aku dekat dg dua akun yg kontra, @PartaiSocmed & @pkspiyungan ... Tapi admin2 keduanya adl sahabat2 baikku
Jika agen2 kedua saling propaganda soal politik, dg cara apa saja, bahkan pakai bawa2 agama, ya itu urusan mereka
Tugasku secara pribadi di dunia dakwah adl berusaha membenahi sebisanya dan menunjukkan, gini lho yg pas itu dlm syariat
Makanya aku sempat sebal saat ada yg minta dukungan hanya sebab politik tapi pakai propaganda bawa2 agama atau membenturkan dg agama
Kayak ada yg minta dukungan menolak partai tertentu sebab tidak mengusung syariat Islam misalkan.. Atau warning aliran2 tertentu
Atau permohonan dukungan menolak partai tertentu sebab alasan kadernya suka poligami
Oke, sah2 saja mau minta dukungan pakai modus atau alasan tertentu, tapi tak perlu membenturkan/menyampurkan nama suci syariat...
Ke dalam kepentingan yg jelas sekali politis. Sebab itu malah akan menimbulkan fitnah baru tersendiri yg dampaknya lebih tidak baik..
Dari sini pula aku sempat bertanya2, katanya melarang mencampuradukkan agama dg politik, lha ini mengajak anti partai tertentu...
Sebab alasan yg dasarnya dilegalkan dlm syariat, semisal poligami. Ini sama dg mencampuradukkan hanya saja caranya lain
Oke deh, tak simpatik atau benci dg partai tertentu, tapi tak perlu membentur2kan dg syariat. Urusannya berbeda lagi ini
Atau kadang muncul pertanyaan, lho bukannya syariat masuk pada semua aspek kehidupan, artinya tak terpisah jg dg politik...
Betul itu, tak salah, tapi bukan dijadikan sebagai alat untuk menggapai kepentingan terbatas partaimu & orang2mu saja
Sebab Islam itu milik siapa saja. Bukan milik orang2 yg berjenggot saja, bersarung saja, berjilbab saja...
Makanya kadang dlm hati sendiri aku bertanya2, kenapa partai2 yg mengklaim berasas "Islam" tidak bergabung jadi satu partai saja?
Jika memang bener niatnya "memperjuangkan" nilai2 Islam agak syariat "dipraktekkan" di nusantara ini (sesuai jargon2 partai2 itu)
Pada akhirnya, jika melihat fenomena seperti ini, maka pilihlah partai yg mantap di hatimu. Sebab hati kecil tak pernah berbohong
Kalau bisa, tidak golput. Tak apalah golput dg catatan nantinya tak menghujat2 partai yg menang atau pemimpin yg terpilih
Wong namanya golput ya berarti nggak A nggak B. Aneh kalau golput tapi nanti marah2 ke yg terpilih, salah siapa nggak milih
Akhir kultwit, sekedar meramaikan TL dan menggunakan hak kebebasan berpendapat. Tak masalah kan? ;)
Moga Pemilu berjalan lancar, amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar