17 Sep 2014

Cara Menyikapi Perbedaan Pendapat

Ada banyak pelajaran penting soal bagaimana cara kita bersikap dari hasil diskusi, rejoinder, perdebatan, tanggapan,dan reaksi soal khamr

Terjadi pro kontra yang hebat, diskusi ilmiah tinggi, dan masing-masing mengeluarkan argumen sesuai arah pandang yg diikuti.

Sebenarnya semuanya bisa menjadi positif jika di antara kita ummat Islam, meski berbeda pemikiran, bisa saling menghormati perbedaan

Namun yang aku pantau dari diskusi (atau entah twitwar) lebih banyak membuat kita saling berbenturan sebab lagi2 karena over dlm reaksi

Kultwitku ini tidak akan lagi mengungkit soal #Khamr atau #Miras, namun aku ingin kita merenungkan cara kita dalam bersikap

Sudahkah kita bisa inshof (proporsional), bisa moderat, bisa memandang permasalahan sesuai amanah ilmu dan yg diinginkan syariat?

Sudahkah juga kita bisa melihat dengan baik ikhtilaful madzahib, ikhtilaful aro', ikhtilaf wijhah nadhor tanpa melihat sosok?

Sudahkah kita bisa mempraktekkan kaidah "Lihatlah apa yg dikatakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan"? Kaidah S.Ali bin Abi Thalib?

Karena reaksi2 atas diskusi dari tweeps moderat, fundamental, dan liberal kemarin benar2 menunjukkan bagaimana kualitas ilmiah kita

Aku pribadi melihat memang ada penyembunyian sengaja dan upaya menutup mata atas kebenaran dari saudara muslim beraliran kiri.

Padahal aku yakin sekali mereka tahu kaidah dan hukum yg sebenarnya, namun sikap intihal (pemlintiran) begitu halus dilakukan

Dari saudara muslim yg condong ke kanan, terlihat juga masih suka menggeneralisir (ta'mim) terhadap masalah, hingga timbul problem baru

Semisal ada beberapa poin dari saudara muslim kiri yg benar,tapi berhubung melihat orangnya, benci dulu, akhirnya kebenaran itu tertolak

Begitu juga saudara muslim yg kiri dalam memandang yg kanan, berhubung apriori dulu, maka segalanya dianggap terlalu keras dan intoleran

Ada juga permasalahan yg pada dasarnya murni furu'iyyah, tapi oleh saudara muslim yg kanan dikamuflase seolah itu masalah ushuliyyah.

Akhirnya diskusi yg pada dasarnya bisa ditemukan,malah menjadi debat kusir dan saling membodohkan.Bukan sikap muslim yg baik dlm diskusi

Kita lupa dg sabda Nabi "Khudzil hikmah min ayyi syai-in khorojat"

Kita lupa dengan paradigma "Al-Muslim akhul muslim", malah terjadi sebaliknya, "al-muslim aduwwul muslim", aneh tapi nyata.

Kita mengaku agen dakwah tapi kita lupa fiqhud da'wah, "ud'u ila sabili robbika bil hikmah... wa jadilhum billati hiya ahsan".

Kita saling ingin mengubah keadaan menjadi lebih baik, tapi kita melupakan Ihsan. Yg akhirnya justru malah menimbulkan pertengkaran

Kita mengaku mengikuti salaf, tapi kita lupa (atau malah tidak tahu) bagaimana akhlak salaf dalam menanggapi perbedaan

Bahkan aku yakin banyak di antara kita yg belum tahu seperti apa manhaj salaf fi fahmin nushush baina annadhoriyyah wa at-tathbiq

Coba renungkan, andai Nabi masih ada dan melihat gaya diskusi kita, reaksi kita pada lawan bicara, apa beliau akan suka?

Kita masih perlu banyak belajar, bagaimana cara menyikapi perbedaan madzhab, dan perbedaan ideologi.

Lebih dari itu kita masih harus belajar bagaimana moral berbicara menghadapi orang yg tidak kita suka

Terpenting lagi adalah bagaimana menata hati kita saat berada dalam momentum genting seperti itu.

Sebab jika kita gagal menata hati dalam keadaan seperti itu, semisal merasa baik, merasa paling benar, itu artinya awal kehancuran kita

Sebab kita tidak sadar jika setan ternyata sukses menunggangi kita namun lewat jalan lain, lewat modus semangat dakwah salah niat

Semoga mencerahkan. Kita harus belajar lebih banyak lagi, sebab antara aksi dan reaksi ada satu jarak penting yg mesti kita perhatikan

dan jarak pendek antara aksi dan reaksi inilah yg menunjukkan kita ini muslim dengan kualitas apa.

Mari bersama belajar dan terus belajar menjadi muslim yang baik, bukan menjadi muslim yang MERASA baik. Bismillah

itu pasti, yg kanan jg @djasmia: tapi ust. Muslim kiri itu harus diluruskan bukan? Kasian sm yg awam seperti kami2 yg masih cetek ilmunya

Kita harus ingat sikap Imam As-Syafi'i dalam berdebat yg malah mengharap kebenaran dari pihak lawan

Kita juga harus ingat sikap beliau bahwa dalam diskusi dan debat adalah mencari kebenaran, meski kebenaran ada di pihak lawan

Karena jika diskusi didasari lebih dulu oleh gengsi dan merasa benar sendiri, artinya orang itu telah gagal dlm mencari kebenaran

Andai dia benar pun, maka kebenarannya itu alal hawa, bukan alal haq, tidak lillah, namun malah memuaskan setan dan nafsu

Aku forward kultwit ini juga kepada sahabatku fillah wa lillah, Ustadz @salimafillah ... memang ukhuwwah itu sejatinya indah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar