1 Feb 2014

Konfirmasi Atas Informasi

Bisa dibilang, bahwa kesalahan umum yg banyak dialami bangsa ini adl terlalu cepat bereaksi atas suatu informasi tanpa cek kevalidannya

Sehingga akhirnya yg terjadi tentu saja kekacauan (jika informasinya negatif) dan kekaguman berlebihan (jika informasinya positif).

Kalau positif sih mending, keadaan pasti aman terkendali. Kalau negatif? Pasti yg trjadi adl fitnah bahkan bisa berlarut & berkepanjangan

Padahal arahan syariah semestinya saat kita menerima suatu informasi, apapun itu, kita jangan seketika itu berkomentar. Apalagi reaksi

Kita harus memastikan validitas kabar itu, dari mana, siapa yg bawa, agar kita tidak terjebak pada hal2 yg nantinya membuat sesal saja

Kaidah kehidupan terbesar dan paling dasar soal itu adalah tentu saja Al-Qur'an 49:6

Bahwa jika ada suatu informasi datang kepadamu, pastikan kebenarannya terlebih dahulu.Siapapun yg bawa. Apalagi kalau yg bawa orang fasiq

Kekacauan dan pertengkaran yg sering kita lihat di sosmed juga dunia nyata saat ini adalah disebabkan cepatnya respon dan reaksi itu

Belum lagi memang di sana ada pihak yg ingin memancing keributan dg sengaja mensetting kekacauan itu (faudho khollaqoh).

Padahal segala kekacauan jika tidak jelas mana yg benar dan mana yg salah, dua kelompok saling tuding, itu artinya terjadi fitnah.

Dan sikap terbaik kita saat terjadi fitnah (sebagaimana yg diajarkan syariah) adalah menepi.. Cukup jadi penonton.

Karena fitnah itu tidak pandang bulu, memakan siapa saja, yg paling sholeh dan yg paling preman sekaligus

Dalam peribahasa Arab dikatakan bahwa "Al-khobar kal ghubar", berita/informasi itu seperti debu.

Nah filosofinya, jika debu itu tertiup angin dan masuk mata, maka pasti membuat kelilipan, atau masuk hidung pasti membuat alergi

Artinya, kabar/informasi yg tidak jelas itu pasti mengganggu.

Dalam suatu hadits dikatakan bahwa kehancuran ummat ini ada pada 3 hal: meributkan takdir, fanatisme buta dan ...

. ... Tidak memastikan kebenaran dalam memforward suatu informasi/berita (adamut tatsabbut fir riwayah)

Sebab ketiga hal tadi sangat jelas sekali ujungnya menimbulkan pertikaian. Masih untung kalau cuma adu mulut, kalau bunuh2an?

Maka tentu dalam hal ini yg kita harus hati2 dalam bersikap adalah media. Apalagi jika sudah bersangkut paut dengan politik.

Ada jg hal lain yg kita mesti ekstra hati2, infotainment. Terutama jika topik beritanya adl perselingkuhan. Usahakan jaga mulut di sini.

Karena jika tidak berhati2, justru seseorang bisa terjebak dlm beberapa dosa besar sekaligus. Tanpa ia sadari. Tahu2 rekening dosa penuh

Pertama, ghibah (nggosip). Oke mungkin kita berdalih tdk terlibat pembicaraan on air. Tapi dg mendengar saja sudah tercatat dosa.

Kedua, yg rawan, jika perselingkuhan itu gosipnya mengarah ke perzinahan, sementara pemirsa langsung menjudge dan mengolok2 pelaku

Kalaupun bener zina, apa hak dia mengolok pelaku zina itu? Bahkan Nabi mewarning, jika seseorang mengolok saudaranya yg melakukan dosa..

 ..maka dia tidak akan mati sampai melakukan dosa itu sendiri. Nah kan? Hukum karma yg seram.

Dan kalau ternyata dia tidak terbukti zina, maka si komentator ini terjebak dalam Qodhf, menuduh orang yg tidak zina dg berzina.

Dan Qodhf sendiri adalah satu di antara 7 daftar dosa besar yang menghancurkan pelaku sekaligus seluruh amalnya.

Dalam hukum pidana syariah, semestinya orang yg melakukan Qodhf ini digebug 80x

Jika dipikir2, banyak bencana dan kekacauan yg dialami bangsa kita ini bisa jadi dari dosa kolektif semacam ini.

Bersumber dari ketiadaan ricek atas akurasi suatu informasi. Apalagi kalau informasinya sengaja dipotong sana-sini. Pemlintiran berita.

Bagi yg mempelajari Fiqh Tahawwulat (ilmu syariaj yg mempelajari dan menganalisa tanda2 zaman), fenomena ini masuk kategori..

 .. Alamat Qiyamah Sughro, atau tanda umum dekatnya hari kehancuran. Istilahnya "al-Lakhbathoh fil i'lam", kekacauan informasi.

Akhirnya, sikap terpenting yg harus kita lakukan dalam keseharian kita adalah memastikan terlebih dulu kebenaran suatu informasi.

Pelajari baik2 satu persatu, jangan cepat merespon atau bereaksi sementara objek/informasi yg kita terima tak sepenuhnya dipahami.

Akhir twit, kata temanku, "berita2 tu ndak ada yg bener, hoax semua,yg bener cuma berita olahraga doang, 1-0 ya 1-0, nggak mungkin 10-0"

Membahas Soal Ijma, Jumhur Dan Pendapat Mayoritas

Beberapa kali dalam kultwitku aku membahas suatu topik sembari menyebut kata "Mayoritas".

Semisal suara mayoritas (voice majority, Jumhur) kala membahas madzhab fiqih, atau kelompok mayoritas (assawad al-a'dzom) soal tasawwuf

Yg membuatku sedikit terkejut adalah pernyataan bahwa "mayoritas belum tentu benar", atau "suara mayoritas tidak mewakili kebenaran".

Kalimat ini, bisa jadi benar. Namun bagi pemerhati bahasa,kalimat ini masih sangat nisbi sekali,jadi harus dijelaskan mayoritas yg gmana?

Sebelumnya yg harus tweep ketahui, jika aku sebut kata mayoritas (yg aku nukilkan dari referensi2 valid), maka harus dipaham bahwa...

...mayoritas di sini adalah mayoritas ummat ini secara global sedunia, bukan mayoritas di suatu negara saja, atau mayoritas ummat lain.

Maka kata "mayoritas belum tentu benar", atau "suara mayoritas (ummat islam sedunia) belum tentu benar", jika digunakan sbagai argumen..

 ... Untuk menyalahkan mayoritas dalam ummat ini (secara global), maka tentu saja salah dan tidak benar.

Karena suara mayoritas ummat ini telah mendapatkan jaminan perlindungan dari syariat (hasonah/ishmah syar'iyyah)

Dan itu terdapat dalam Qur'an 4:115 dan hadits Nabi yg berbunyi "laa tajtami'u ummati ala dholalah". (HR. Tirmidzy).

Bahwa mayoritas ummatku tidak akan berkumpul dalam kesesatan. Di hadits lain ada tambahan, Yadullah ma'al jamaah..

Bahwa perlindungan dan rahmat Allah terdapat dalam kebersamaan. Makanya di hadits lain Nabi bilang "alaikum bis sawad al-a'dzom".

Arti bebasnya, ikut kelompok mayoritas dalam ummat ini, jangan yg minoritas, dilempar ke neraka nanti (man syaddza syuddza fin nar)

Maka jika ada kelompok minoritas (yg kecenderungannya selalu membuat pecah, suka geger, suka menyalahkan), apapun jenis minoritas itu..

 ..menggunakan argumen "mayoritas belum tentu benar", untuk menyalahkan kelompok mayoritas dalam ummat ini...

 ...artinya dia melakukan kesalahan dalam beberapa hal sekaligus; pertama dia menabrak ayat dan hadits yg menjamin suara mayoritas ummat

Kedua, jelas sekali bahwa banyak hadits2 dan ayat penting yg tidak dipahami dg baik olehnya (gitu ngajaknya kembali ke qur'an & sunnah)

Ketiga, sangat jelas dia tidak paham Ushul fiqh (khususnya bab Ijma'), dan jelas sekali dia tidak paham ilmu Fiqh Tahawwulat

Maka tentu saja jika argumen itu digunakan untuk menjegal dalil2 mayoritas, sejak awal telah tertolak secara ilmiah.

Sayangnya argumen2 palsu ini (termasuk argumen "ini tidak dilakukan Nabi") begitu gencar diracunkan pada tatacara berpikir ummat.

Akhirnya tentu yg timbul adalah perpecahan dan kekacauan, belum lagi dalil salah tempat yg mereka pakai semisal hadits "Ghuroba' "..

Gimana tweeps? Sangat teknis sekali ya? Tapi ini harus dipahami dg baik sebab banyak hal2 pemicu keraguan yg saat ini ditebar di mana2

Maka perisai dan senjata ilmu adalah segalanya. Atau kalau tidak punya, ikuti saja ulama2/kyai tua di tempatmu..

Mereka itu dari generasi yg masih belum ada kekacaubalauan informasi seperti saat ini. Meski dibilang jadul, paling selamat ikut mereka.

Moga mencerahkan... Selamat malam..

Mengenang Mbah Surip (Sebuah Dialog Imanjiner)

Suatu hari, pada Agustus 2009, seseorang tampak bersedih atas kematian seniman yang sedang naik daun, musiknya sedang booming di mana2

apalagi yang judulnya "Tak Gendong Ke Mana-Mana".

Namun kesedihan itu sedikit terusik ketika seseorang melihatnya dan mempertanyakan hal yang sedang disedihkannya itu.

"Kamu sedih ya atas matinya Mbah Surip?" Tanya orang yang baru datang tadi. "Iya." Jawabnya

"Bagaimana kamu bersedih atas orang yang hidupnya selalu berkubang dalam dosa, pergaulannya kayak gitu?" Kejar orang tadi.

Sejenak dia terdiam lalu menjawab, "Suatu hari saat Nabi sedang berbincang dg sahabatnya, tiba2 ada serombongan pengusung jenazah lewat..

. ..Nabi segera berdiri menghormati jenazah itu. Sementara para sahabat tetap duduk sambil bilang, "Ya Rasul, itu jenazahnya orang Yahudi."

Rasul membalas, "Bukannya dia manusia?". Nah, aku jawab pertanyaanmu, bukankah Mbah Surip juga manusia?"

" Kamu tahu nggak? Mereka itu, para artis itu, seniman itu, semuanya ke Neraka!" Kata orang tadi ketus.

" Hah? A'udzubillah, apakah kamu sudah berani berkata mendahului Allah? Apa kamu tidak tahu Rasul pernah bercerita...

. .. bahwa konon ada orang bilang: Demi Allah, Allah tidak akan Mengampuni orang itu!" Kemudian Allah Membalas: ...

" Siapa yang berani bersumpah mendahului-Ku bahwa aku tidak akan Memaafkan seseorang, maka -ketahui- bahwa Aku telah ampuni orang itu..

... dan Aku gugurkan semua pahala amalmu!". Hati-hati dengan kata-katamu yang bisa menggugurkan pahala amalmu sendiri."

"Bagaimana mungkin Allah Mengampuni orang seperti mereka yang sudah tersesat masih menyesatkan lagi?" Masih saja dia bersikukuh.

" Allah Mengampuni siapapun Yang dikehendaki-Nya, Dia Kuasa atas segala sesuatu, Dia Maha Pengampun Penyayang Pengasih...

. ... Melakukan apapun yang dikehendaki. Lagipula kamu apa tahu dan apa bersama dia saat dia terbaring sakit? Siapa tahu dia bertaubat...

 ... yang justru karena taubat itu dosanya diampuni Allah semua. Siapa tahu juga dia diam-diam punya perbuatan baik...

 .. yang bisa menolongnya di alam baka sana. Kamu tahu kan bgaimana kisah seorang PSK yg dosanya diampuni Allah sbb mmberi minum anjing?"

"Ah, kamu ini, sudah, cukup, nanti semua orang bisa saja seenaknya bilang kalau mereka melakukan dosa dan Allah Maha Pengampun."

"Siapa yg bilang gitu,kita mesti mmbedakan antara interaksi seorang pendosa dg Tuhannya, & interaksi seorang pendosa dg manusia lainnya.

. .. Seorang pendosa sudah semestinya mencela dirinya sendiri dan menyesali perbuatannya sepanjang waktu,..

adapun sikap orang lain terhadap orang yang berbuat dosa adalah mengasihani, mendekati, memberi perhatian agar dia sadar dari salahnya..

 .. Bukan malah mencelanya. Seperti halnya Nabi tetap berinteraksi sosial dengan orang-orang yang salah dan banyak dosa..

bukankah pernah datang pada beliau seorang pemabuk, lantas ada sahabat yang melaknatnya, apa yang dibilang Nabi?

"Jangan laknat dia, sesungguhnya dia Cinta Allah, Cinta Nabi-Nya". Nah bgaimana Nabi bisa bilang pemabuk itu Cinta Allah, Cinta beliau?

 .. Coba renungkan, ambil hikmah dibalik sikap Nabi itu. Jangan hanya mencontoh beliau dalam soal merawat jenggot sama pakai jubah saja..

 .. tapi contoh juga bagaimana kasih sayang beliau, akhlak beliau, dan bagaimana cara beliau berinteraksi dengan makhluk Allah." Urainya

" Loh, kamu menghina jenggot saya ya?" si pengkritik tadi nampaknya tersinggung dg kata jenggot

" Siapa yg hina jenggotmu? Jangan sampai kita menghina sunnah Nabi. Tapi aku bilang, semestinya kamu mengikuti Nabi dlm keseluruhannya..

 ... tidak cuma penampilan saja, jenggot, bawahan cingkrang, sehingga malah membuatmu lupa dari hal-hal batin".

" Memelihara jenggot itu wajib, bukan sunnah!" orang itu tampaknya marah, topiknya udah beralih.

" Mas, aku tahu ia wajib, dan meski seperti itu tema bahasan kita saat ini bukan jenggot, tapi lebih dari itu."..

"Kamu kira dalam syariat ini ada hal sekunder yang tidak penting ya?!" Orang tadi semakin muntab.

" Laa haula wa laa quwwata illa billah, kayaknya Mas ini memang nggak ingin diskusi ya? Maunya debat dan tengkar melulu...

.. Maaf, aku undur diri dulu, tampak jelas sekali perbedaan prioritas prinsip masing-masing dari kita. Sampai jumpa di waktu mendatang".

" Justru saya yang semestinya pamit, nggak pantas saya berbicara dengan orang berdagu plontos kayak kamu ini!" Balas orang tadi ketus.

"Oke, Jazakumullah." Dan percakapan itu berakhir begitu saja.

[ Dialog fiktif ] ... Ya Allah, ampuni seluruh kaum muslimin dan muslimat, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Penyayang ...

Menyayangkan Sempitnya Pandangan Soal Tasawwuf

Memang kalau bicara fiqh terus, otak bisa kaku... Dan hawanya memang panas... Maka mengimbangi fiqh dg tasawwuf adalah suatu kepastian

Hanya sayang sebab gencarnya informasi salah dari pengacau2 itu hingga banyak sekali saat ini orang mngalami kesalahan dlm memahami tasawwuf

Dikiranya tasawwuf adalah ajaran sesat, gara2 membaca tulisan dari tukang2 ngarang yg bahkan pengertian global tasawwuf sendiri tdk mengerti

Itupun saat diberitahu begini lho sebenernya tasawwuf, dari sumber dan data yg valid, tetap bersikukuh mengingkari.

Maka jika sudah seperti itu (ketiadaan objektivitas) maka pemberian pemahaman apapun soal tasawwuf tak akan masuk ke otak beku orang itu

Sebenarnya inti permasalah itu satu, sebab pada dasarnya khilafnya itu khilaf syakli.. Lagi2 terbelenggu istilah.

Sementara orang yg masih mbulet di istilah, perumpamaannya kalau makan durian, nggak makan isinya, tapi makan kulitnya yg berduri itu

Ya tahu sendirilah bagaimana judgement kita kalau ada orang makan kulit, nggak makan isi... Kata edan itu udah paling sopan

Padalah trilogi aqidah-fiqih-tasawwuf (iman-islam-ihsan) itu sama sekali tidak bisa dipisah. Memisah salah satunya artinya ketimpangan agama

Agama ini cukup luas, melihatnya jangan seperti cara orang buta mengilustrasikan gajah. Harus benar2 lapang dada dan lapang otak..

Yg aku herankan dari mereka yg menyesatkan tasawwuf atau aqidah asy'ariyyah adalah satu hal saja.

Mereka tidak pernah bisa menjawab lugas kalau ditanya apa sih tasawwuf/aqidah asy'ariyyah itu? Hanya ndlongop seperti ikan mas koki

Bahkan mereka yg selalu berkoar ikut manhaj salaf atau apatah itu jika ditanya sebutkan 7 syarat manhaj salaf mereka pun gugup tidak tahu

Kalau persyaratan saja tidak tahu terus mengikut apanya? Sama saja dengan taqlid buta. Tak ada bedanya dg orang awam. Malah selamat awam

Luaskan cakrawala berpikir kita soal agama, maka kita akan bisa bernafas lega melihat segala jenis perbedaan baik dlm ideologi dan kehidupan

Yang pasti, dalam menanggapi perbedaan itu jangan marah2, jangan emosi dulu, masa' lupa dg hadits Nabi "Laa Taghdhob"? Jangan marah?

Maka memandang syariah ini jangan cuma dari satu dua dalil dan dalilnya itu2 saja sampai bosan, di kemanakan ribuan dalil yg lain?

Belum lagi kaidah palsu dan karangan tapi cukup menghancurkan persatuan, "ini tidak pernah dilakukan Nabi". Dalil2an yg sangat menyesatkan.

Problem laten yg dialami mereka sebenarnya ada pada hati, yaitu merasa paling baik dan paling benar.

Padahal perasaan ini (yg kerap tidak mereka sadari itu) adalah penyebab utama ditendangnya Iblis dari surga.

Jadi mereka tidak sadar jika dalam hati mereka tumbuh penyakit hati terfatal, anawiyyah dan tak sadar jika mereka mengekor jejak Iblis

Sementara obat menghilangkan penyakit anawiyyah itu hanya satu, sayang mereka tidak mau... Yaitu belajar tasawwuf.

Ingat.. Selama seseorang merasa baik (dalam hal apapun, apalagi agama), artinya dia tidak akan pernah sampai pada tujuan.

Atau sampai tapi dalam keadaan babak belur luluh lantak itupun setelah hancur2an. Sebab orang yg merasa baik hakikatnya terjebak kebodohan

Selamat malam, moga jadi renungan... Bersama saling mengingatkan untuk menjadi muslim yg baik.. Bukan menjadi muslim yg merasa baik

Sumber chirp di sini

Husnuddzon Dalam Interaksi Sosial

Kunci untuk interaksi sosial dg orang lain adalah husnuddzon dan perasaan tidak merasa lebih baik dari orang lain itu...

Dalam bersikap kepada sesama saudara muslim yg lain, berbaiksangka adalah segalanya, bahkan dalam keadaan dia melakukan dosa sekalipun.

Maka jangan langsung menyalahkan, siapa tahu dia khilaf, siapa tahu dia tidak mengerti, siapa tahu dia beranggapan berbeda... Dst

Karena jika seseorang begitu cepat menyalahkan yg lain, apalagi mencibir, mengoloknya, dia tidak akan mati sampai melakukan hal yg sama

Hal ini pernah dicontohkan Nabi saat ada orang jelas2 mengaku berzina, saat seperti itu Nabi masih berhusnuddzon; siapa tahu kamu mabok..

Lagi pula jika ada sesama muslim melakukan dosa, tugas kita adalah mengingatkannya dg baik2 (ingat, baik2). Bukan mengoloknya!

Masih banyak tatacara bersikap yg ternyata paling sederhana seperti ini pun kita banyak tidak tahu.. Akibat terpisahnya ummat dari Ihsan

Pahami baik2, tak ada ceritanya Nabi pernah mengolok atau mencibir orang yg berbuat dosa. Bahkan yg kafir pun didoakan baik oleh Nabi...

Kalau tidak mencontoh Nabi lantas kita ini mau mencontoh siapa? Jadilah muslim yg santun, low profile, keep smile.. Itu muslim sejati