Apa kabar tweeps.. beberapa hari ini kita dibingungkan perihal kapan idul adha dan kapan puasa arofah. Mengingat "lagi2" terjadi ikhtilaf
Saya akan sedikit kultwit soal ini, namun bukan tulisan saya, saya copaskan dari tulisan teman yg cukup pas dg momentum ini...
Judul tulisan yg akan saya copaskan di sini adalah: "Hari Arofah dan Puasa Arofah"
Hari Arofah adalah hari dimana semua jamaah haji melakukan puncak ritual haji dengan melakukan wukuf di Arofah...
inilah yg dimaksud oleh Rasulullah SAW bahwa “Al-Hajju Arofah”; Haji itu Arofah. & hari Arafah itu brtepatan dengan tanggal 9 dzulhijjah.
Jadi wukuf di Arofah itu harus bertepatan dengan dua hal; waktu & tempat. Waktunya pada tangal 9 dzulhijjah, & tempatnya adl di Arofah.
Sedang puasa Arofah adl puasa sunnah yg dilakukan oleh mereka yg tidak sdng mlaksanakan wukuf, waktunya bertepatan dg tgl 9 dzulhijjah,
waktu dimana mereka yang sedang menunaikan ibadah haji melaksanakan wukuf di Arofah.
Jadi ada titik temu antara dua jenis ibadah ini (wukuf dan puasa) yaitu waktunya bertepatan dengan tanggal 9 dzulhijjah.
Dan yang perlu diketahui bahwa dua ibadah ini tidak saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Dimana ibadah wukuf akan tetap sah walaupun orang-orang diluar Mekkah sana tidak sedang melaksanakan ibadah puasa,
dan sebaliknya ibadah puasa sunnah tanggal 9 itu tetap sah walaupun orang yang sedang berhaji itu tidak wukuf.
Karena sangat mungkin bahwa mereka yang berhaji itu berhalangan untuk wukuf, karena dihadang musuh misalnya, bencana alam
atau kendala lainnya, atau mereka wukuf tapi waktunya salah, atau mereka wukuf pada waktunya tapi tempatnya salah, dst..
Jadi sekali lagi bahwa puasa Arofah bukan karena mereka wukuf, tapi puasa itu dilakuakan karena ia beretepan dg tanggal 9 dzulhijjah.
Pun begitu sebaliknya, wukuf itu dilakuakn bukan karena orang diluar sana puasa, tapi karena ia bertepatan dengan tanggal 9 dzulhijjah
Karena standar ibadah kita adalah waktu...
Sekarang, bagaimana Menentukan Tanggal 9 Dzulhijjah?
Disinilah letak permasalahannya, yaitu pada cara kita menentukan kapan jatuhnya tanggal 9 dzulhijjah.
Dan semua ulama menyepakati bahwa standar perhitungan ibadah ini adalah peredaran bulan.
Maka cara menentukannya sudah pasti dengan terlebih dahulu mengetahui kapan jatuhnya tanggal 1 dzulhijjah.
Maka dalam hal ini kita akan kembali diingatkan dengan bagaimana cara penentuan 1 Ramadhan, caranya sama persis,
dan perbedaan ulama dalam hal ini juga sama persis.
Penentuannya bisa dengan metode rukyat ataupun hisab; hisab wujud al-Hilal atau juga Hisab Imkan ar-Ru’yah, atau gabungan dari keduanya
Hingga akhirnya kita akan menemukan perbedaan ulama pada masalah rukyat lokal atau Internasional;
apakah setiap masyarakat harus mengikuti hasil perhitungan lokal, atau boleh juga mengikuti hasil dari negara Islam lainnya?
Yang dalam bahasa fikihnya dikenal dengan sebutan wihdah al-Mathali’ wa ikhtilaf al-mathali’.
Lebih kurang ini adalah hasil dari perbedapatan ulama dalam masalah penentuan awal bulan baru,
kita tidak boleh menafikan bahwa banyak jg para ulama yg meyakini bahwa setiap negri boleh untuk memutuskan sendiri waktu ibadah mereka,
tentunya keputusan ini bukan dengan semua gue, tetap harus melalui metode yang benar.
Hal ini disandarkan dengan hadits Kuraib yang sudah masyhur ditelinga kita, diriwayatkan oleh Imam Muslim
Dari hadits Kuraib bisa kita ambil pelajaran, bahwa walaupun pada waktu itu ummat Islam masih berada dalam satu kepemimpinan (khilafah)
namun memungkin bagi Ibnu Abbas untuk berbeda dengan keptusan kholifah,
dan tidak terdengar bahwa Ibnu Abbas adalah bagian dari mereka yang ‘membangkang’ dari kepemimpinan Muawiyah.
Jadi jika kita tarik ke zaman sekarang maka sebagaimana pemerintah Saudi Arabiyah boleh memutuskan sendiri perihal puasa, Idul Fitri...
dan Idul Adha, maka hal sama bahwa pemerintah Indonesia juga boleh untuk menetapkan sendiri waktu puasa, Idul Fitri dan Idul Adhanya.
Memang ada pendapat lainnya yang mejelaskan kebolehan untuk megambil satu kesaksian dengan alasan wihdah al-Mathali’,
namun perlu diketahui juga bahwa yang dimaksud dengan satu kesaksian bukanlah milik orang Saudi saja,
karenannya memungkin bagi kita juga untuk mengambil keputusan negri tetangga lainnya, walaupun bukan Saudi.
Sebagaimana kita boleh mengikuti Saudi, namun hal yang sama juga sebenarnya orang Saudi boleh mengikuti keputusan negeri kita,
jika saja dalam keputusannya kemarin kita yang terlebih dahulu memberikan hasil keputusan.
Namun ternyata justru ada salah seorang ulama terkemuka Saudi sendiri malah menyarankan untuk tetap mengikuti hasil keputusan lokal
dan tidak harus mengikuti keputusan Saudi. Sila lihat Majmu' Fatawa-nya Ibn Utsaimin soal itu (bagi yg "mengidolakan" Ulama Saudi)
Kesimpulannya bahwa perkara ini sangat longgar, bahwa tidak ada yang salah dengan pemerintah kita
yang sudah bersusah payah melakuakan usaha dalam penentuan awal dzulhijjah, walaupun pada akhirnya terdapat perbedaan...
... antara hasil yang diputuskan dengan apa yang diputuskan oleh pemerintah Saudi Arabia
Untuk mereka yang sekarang berada di Saudi Arabia, dari manapun asalnya, maka mereka terikat dengan waktu Saudi dalam hal apa saja;
Sholat, puasa, berbuka, wukuf, dan idul adha...
namun untuk mereka yang berada di luar Saudi, mereka juga baiknya mengikut penjadwalan waktu setempat.
Walaupun khusus untuk perkara puasa ramadhan, puasa 9 dzulhijjah dan dua lebaran boleh-boleh saja mengkuti keputusan Saudi.
Hanya saja agak ada yg mengejutkan dengan salah satu pernyataan ustadz muda ketika beliau menuliskan di webnya
perihal penentuan Idul Adha dan Puasa Arafah, beliau menuliskan:
“Mengenai penetapan Ied ‘Adha ini berbeda dengan Penentuan Awal Ramadhan yg memang penetapannya berbeda2 tergantung madzhab yg digunakan
..Dalil Penentuan Awal Dzulhijjah ini berbeda karena kewenangan menentukannya khusus diberikan pada penguasa Makkah yang mengurusi Haji”
Wallahu A’lam Bisshawab dari mana beliau menemukan kesimpulan tersebut, seakan tidak ada opsi lain dalam masalah ini,
padahal dari dulu sekali sahabat Ibnu Abbas sudah meyakinkan bahwa dalam perkara ini memungkin bagi kita untuk berbeda. Wallahu A’lam
Semoga menambah ilmu dan mencerahkan. Karena kita itu puasa HARI-nya, bukan puasa TEMPAT-nya
Kalau puasa tempatnya ya ke Arofah sana. Lagi pula terpaut waktu 4 jam. Masa' masih dini hari kita mau puasa?
Selamat menikmati hari2 dzul hijjah dg indah, tak perlu bingung dg beda hari idul adha. Sholatlah pada hari sesuai "keyakinan" masing2